Senin, 09 Juli 2012

Dana PT. GBU Rp 8 Milyar Diduga Dinikmati Pejabat MBD

Foto:bd/siwalimanews.com
Berita Daerah Maluku; (Sinar Papua)- Dana senilai Rp 8 milyar dari PT. Gemala Borneo Utama (GBU) diduga telah dinikmati oleh oknum-oknum pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Barat Daya (MBD).  
Dana Rp 8 milyar yang diduga merupakan upeti itu, dikucurkan untuk memperlancar aktivitas PT. GBU di kawasan tambang emas di Pulau Romang, Desa Hila.
“Milyaran dana yang masuk kepada pemerintah daerah itu tanpa diketahui oleh DPRD bah­kan tidak tercatat dalam peneri­maan Kabupaten MBD,” tandas tokoh masyarakat MBD Ely Soplely, didampingi Oyang Orlando Petrus , Minggu (8/7).
Soplely mengungkapkan, ter­ung­kapnya dana senilai Rp 8 milyar yang diduga merupakan gratifikasi ini, ketika pada bulan Agustus Tahun 2011 dilakukan pengiriman sample material emas oleh PT. GBU dari Pulau Romang ke Surabaya dengan menggu­nakan kapal laut yang disewa­nya dengan jumlah yang sangat menyolok.
“Awalnya kita tahu ada duga­an gratifikasi itu ketika adanya pengiriman sample material emas uji latobarorium dari Romang ke Surabaya dengan jumlah yang menyolok sebanyak 9 ton. Itupun mereka sudah sering kirim berkali-kali,” jelas Soplely.
Ketika itu, informasi beredar bahwa dana sebesar Rp 8 milyar tersebut diberikan atas nego­siasi Pemkab MBD dengan PT. GBU.
Dikatakan, setelah diungkap di media terkait dugaan gratifikasi senilai Rp 8 milyar itu dan pe­ngiriman sampel emas yang me­nyolok, mendapat tanggapan dari pihak perusahaan dan Pemkab MBD.
“Dua hari kemudian kami keluarkan di media dan dijawab oleh perusahaan dan pemkab lewat Kadis Pertambangan, membenarkan ada pengiriman sample dan ada dana senilai Rp 8 milyar yang katanya merupakan hibah dari perusahaan,” kata Soplely.
Dana Rp 8 milyar ini diduga telah dinikmati oleh oknum-okunum pejabat di Kabupaten MBD, apalagi diperkuat dengan pengakuan DPRD bahwa dana tersebut tidak ada tercatat dalam APBD sebagai dana hibah atau dana bantuan apapun.
Soplely mengatakan, yang perlu dipertanyakan dana sebesar Rp 8 milyar ini digunakan untuk apa dan siapa saja yang menggunakannya. Karena dalam penjabaran APBD, ada sejumlah dana seperti DAU, DAK, PAD maupun dana pihak ketiga. Kenyataannya, dana Rp 8 milyar tidak termasuk dalam item dana-dana di atas minimal dana pihak ketiga.
“Ini DPRD tidak tahu. DPRD MBD terhadap masalah ini sementara bentuk pansus. Dalam batang tubuh APBD 2011-2012 tidak ada. Ketika DPRD sharing dengan PT. GBU, PT. GBU menyerahkan dokumen yang mana di dalam dokumen tersebut menerangkan bahwa telah menyerahkan dana tersebut kepada pemerintah,” jelasnya.
Dugaan gratifikasi ini selain ke Polda, juga telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku.
Sebelumnya Forum Komunikasi Mahasiswa Peduli Maluku Barat daya (FORKOMP-MBD), Kamis (21/6), melakukan aksi demo di Kantor Kejati Maluku.
Aksi puluhan mahasiswa dan anak daerah MBD itu dilakukan sekitar pukul 13.00 WIT, dipimpin oleh Korlap, Izack Knyairlai dan Pheres Sarwo Hoek.
Dalam aksi tersebut mereka menyampaikan penolakan terhadap proses eksplorasi tambang emas di Pulau Romang yang dilakukan oleh PT. GBU.
Menurut mereka, PT. GBU tidak mengantongi ijin pinjam pakai kawasan dari Kementerian Kehutanan sesuai amanat pasal 50 ayat (3) UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang menyatakan, “setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa ijin menteri,” katanya.
Mereka mengungkapkan, dalam pengambilan contoh (bulk sampling), ternyata PT. GBU telah berulang kali mengambil atau mengangkut contoh sampel untuk dikirim.
Bahkan telah membohongi pemerintah dan masyarakat pulau Romang secara khusus dalam permohonan ijin pinjam pakai kawasan hutan kepada menteri.
Selain itu, surat edaran Bupati MBD tertanggal 6 Oktober 2010 yang menginstruksikan PT GBU untuk menghentikan kegiatan eksplorasi di Pulau Romang.
Tak hanya itu, ada rekomendasi DPRD Kabupaten MBD Nomor:03/Rek/DPRD-MBD/X/2010 point 18 berbunyi “Mendesak pejabat Bupati serius menindaklanjuti surat Menteri Kehutanan No.5.419/VNN-PKH/2010 dan memerintahkan perusahan di Pulau Romang untuk menghentikan aktivitas pertambangan khususnya pengiriman sample yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan segera menyerahkan surat ijin pemanfaatan kasawan hutan dari Menteri Kehutanan RI.
Pendemo juga membeberkan, selama proses eksplorasi mulai dari tahun 2006 saat perusahaan tersebut mulai beroperasi hingga kini, PT. GBU bahkan Pemkab MBD tidak pernah melakukan sosialisasi secara umum ke masyarakat di Pulau Romang sesuai amanat UU.
Ironisnya, hingga kini PT. GBU belum mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Para pendemo juga menduga, dana Rp 8 milyar yang diberikan PT. GBU kepada oknum-oknum pejabat di Pemkab MBD merupakan gratifikasi

Sumber:  ea/EA/bd-siwalimanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar