Foto:bd/siwalimanews.com |
Berita Daerah Maluku; (Sinar Papua)- Dana senilai Rp
8 milyar dari PT. Gemala Borneo Utama (GBU) diduga telah dinikmati
oleh oknum-oknum pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Barat
Daya (MBD).
Dana Rp 8 milyar yang diduga merupakan
upeti itu, dikucurkan untuk memperlancar aktivitas PT. GBU di kawasan
tambang emas di Pulau Romang, Desa Hila.
“Milyaran dana yang masuk kepada
pemerintah daerah itu tanpa diketahui oleh DPRD bahkan tidak tercatat
dalam penerimaan Kabupaten MBD,” tandas tokoh masyarakat MBD Ely
Soplely, didampingi Oyang Orlando Petrus , Minggu (8/7).
Soplely mengungkapkan, terungkapnya
dana senilai Rp 8 milyar yang diduga merupakan gratifikasi ini, ketika
pada bulan Agustus Tahun 2011 dilakukan pengiriman sample material
emas oleh PT. GBU dari Pulau Romang ke Surabaya dengan menggunakan
kapal laut yang disewanya dengan jumlah yang sangat menyolok.
“Awalnya kita tahu ada dugaan
gratifikasi itu ketika adanya pengiriman sample material emas uji
latobarorium dari Romang ke Surabaya dengan jumlah yang menyolok
sebanyak 9 ton. Itupun mereka sudah sering kirim berkali-kali,” jelas
Soplely.
Ketika itu, informasi beredar bahwa dana sebesar Rp 8 milyar tersebut diberikan atas negosiasi Pemkab MBD dengan PT. GBU.
Dikatakan, setelah diungkap di media
terkait dugaan gratifikasi senilai Rp 8 milyar itu dan pengiriman
sampel emas yang menyolok, mendapat tanggapan dari pihak perusahaan
dan Pemkab MBD.
“Dua hari kemudian kami keluarkan di
media dan dijawab oleh perusahaan dan pemkab lewat Kadis Pertambangan,
membenarkan ada pengiriman sample dan ada dana senilai Rp 8 milyar yang
katanya merupakan hibah dari perusahaan,” kata Soplely.
Dana Rp 8 milyar ini diduga telah
dinikmati oleh oknum-okunum pejabat di Kabupaten MBD, apalagi diperkuat
dengan pengakuan DPRD bahwa dana tersebut tidak ada tercatat dalam
APBD sebagai dana hibah atau dana bantuan apapun.
Soplely mengatakan, yang perlu
dipertanyakan dana sebesar Rp 8 milyar ini digunakan untuk apa dan
siapa saja yang menggunakannya. Karena dalam penjabaran APBD, ada
sejumlah dana seperti DAU, DAK, PAD maupun dana pihak ketiga.
Kenyataannya, dana Rp 8 milyar tidak termasuk dalam item dana-dana di
atas minimal dana pihak ketiga.
“Ini DPRD tidak tahu. DPRD MBD terhadap
masalah ini sementara bentuk pansus. Dalam batang tubuh APBD 2011-2012
tidak ada. Ketika DPRD sharing dengan PT. GBU, PT. GBU
menyerahkan dokumen yang mana di dalam dokumen tersebut menerangkan
bahwa telah menyerahkan dana tersebut kepada pemerintah,” jelasnya.
Dugaan gratifikasi ini selain ke Polda, juga telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku.
Sebelumnya Forum Komunikasi Mahasiswa
Peduli Maluku Barat daya (FORKOMP-MBD), Kamis (21/6), melakukan aksi
demo di Kantor Kejati Maluku.
Aksi puluhan mahasiswa dan anak daerah
MBD itu dilakukan sekitar pukul 13.00 WIT, dipimpin oleh Korlap, Izack
Knyairlai dan Pheres Sarwo Hoek.
Dalam aksi tersebut mereka menyampaikan
penolakan terhadap proses eksplorasi tambang emas di Pulau Romang yang
dilakukan oleh PT. GBU.
Menurut mereka, PT. GBU tidak
mengantongi ijin pinjam pakai kawasan dari Kementerian Kehutanan sesuai
amanat pasal 50 ayat (3) UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang
menyatakan, “setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan
umum atau eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan
hutan tanpa ijin menteri,” katanya.
Mereka mengungkapkan, dalam pengambilan contoh (bulk sampling), ternyata PT. GBU telah berulang kali mengambil atau mengangkut contoh sampel untuk dikirim.
Bahkan telah membohongi pemerintah dan
masyarakat pulau Romang secara khusus dalam permohonan ijin pinjam
pakai kawasan hutan kepada menteri.
Selain itu, surat edaran Bupati MBD
tertanggal 6 Oktober 2010 yang menginstruksikan PT GBU untuk
menghentikan kegiatan eksplorasi di Pulau Romang.
Tak hanya itu, ada rekomendasi DPRD
Kabupaten MBD Nomor:03/Rek/DPRD-MBD/X/2010 point 18 berbunyi “Mendesak
pejabat Bupati serius menindaklanjuti surat Menteri Kehutanan
No.5.419/VNN-PKH/2010 dan memerintahkan perusahan di Pulau Romang untuk
menghentikan aktivitas pertambangan khususnya pengiriman sample yang
tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan segera
menyerahkan surat ijin pemanfaatan kasawan hutan dari Menteri Kehutanan
RI.
Pendemo juga membeberkan, selama proses
eksplorasi mulai dari tahun 2006 saat perusahaan tersebut mulai
beroperasi hingga kini, PT. GBU bahkan Pemkab MBD tidak pernah
melakukan sosialisasi secara umum ke masyarakat di Pulau Romang sesuai
amanat UU.
Ironisnya, hingga kini PT. GBU belum mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Para pendemo juga menduga, dana Rp 8
milyar yang diberikan PT. GBU kepada oknum-oknum pejabat di Pemkab MBD
merupakan gratifikasi
Sumber: ea/EA/bd-siwalimanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar