(Sinar Papua)- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memanggil Kepala
Polri Jenderal Polisi Timor Pradopo untuk meminta klarifikasi mengenai
sejumlah peristiwa berdarah di Sulawesi Tengah, termasuk kasus di
Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala.
“Kami akan memanggil Kapolri karena dua kali panggilan, tetapi tidak
pernah dipenuhi. Hal itu merupakan bentuk pelecehan terhadap kerja sama
(MoU) antara Komnas HAM dengan Mabes Polri,” tegas Wakil Ketua Komnas
HAM RI Ridha Saleh setelah tiba di Palu, Sulteng, belum lama ini, usai
berkunjung ke Balaesang Tanjung seperti dilansir metrotvnews.com.
Amuk massa terjadi di Kecamatan Balaesang Tanjung, Donggala, Propinsi
Sulteng, dua hari sebelumnya. Seorang dilaporkan tewas dan empat orang
lainnya terluka ditembak polisi. Aksi ini terjadi karena warga menolak
keberadaan tambang bijih emas.
Sementara itu Komnas HAM segera memanggil Bupati Donggala, Habir Ponulele terkait amuk massa dan penembakan tersebut.
“Setelah kami turun di lapangan, maka kami segera menyusun jadwal pemanggilan Bupati Donggala,” kata Ridha.
Ridha belum bisa memastikan apakah Habir Ponulele akan diperiksa di Komnas HAM atau di Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah.
Ia menjelaskan Komnas HAM wajib memanggil Bupati Donggala karena
kebijakannya mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Balaesang
Tanjung, sehingga menimbulkan pro-kontra yang berujung pada amuk massa.
“Kami menilai izin pertambangan itu jadi biangnya,” ujarnya.
Menurut Ridha, pemanggilan terhadap bupati untuk meminta penjelasan
duduk perkara lahan yang menjadi areal tambang milik PT Cahaya Manunggal
Abadi. Ia mengatakan izin dikeluarkan pemerintah Kabupaten Donggala,
padahal di tengah masyarakat sendiri terjadi kontroversi yang hebat.
“Saya melihat sendiri di lapangan umumnya masyarakat menolak. Tapi izinnya tetap terbit,” paparnya
Sumber: Ucanews.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar