Sabtu, 28 Juli 2012

Yuk, Lihat Karapan Babi di Festival Lembah Baliem

Tari perang Felabhe di Festival Danau Sentani V, Sentani, Jayapura, Papua.             (Kompas.com/Ni Luh Made Pertiwi F.)
JAKARTA,(Sinar Papua)- Jika mendengar istilah karapan, pasti identik dengan sapi atau kerbau. Namun, di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, ada pula ajang karapan. Tetapi, bukan karapan sapi ataupun karapan kerbau yang menjadi tunggangannya, melainkan babi.

Salah satu atraksi Festival Budaya Lembah Baliem akan menampilkan karapan babi. Karapan babi sudah menjadi tradisi bagi masyarakat setempat. Festival tersebut akan berlangsung di Desa Wosi, Distrik Wosilimo, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada tanggal 8-11 Agustus 2012.

"Yang ditampilkan di Lembah Baliem adalah bukan sesuatu yang direkayasa tapi merupakan kebiasan dari tradisi hidup masyarakat yang terus menerus dibawa," ungkap Bupati Kabupaten Jayawijaya Wempi Wetipo, dalam jumpa pers persiapan Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) 2012 di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Jumat (27/7/2012).

Menurut Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparenkraf) Sapta Nirwandar, Festival Budaya Lembah Baliem ini merupakan festival tertua yang ada di Indonesia.

"Festival pada tahun ini yang ke-23. 23 means (berarti) sudah 23 tahun adanya festival ini," ungkapnya.

Hal ini diperkuat dengan penuturan Wempi, yang menyatakan festival ini pertama kali dimulai pada tahun 1990. Dalam perayaan ini dipertunjukkan berbagai atraksi yang ditampilkan oleh masyarakat setempat.

Atraksi tersebut di antaranya pertunjukan perang-perangan yang menjadi tradisi masyarakat setempat sebelum agama Kristen masuk, beragam tari-tarian seperti tari muda-mudi mencari jodoh, tarian adat pesta kawin, serta tarian adat pada saat upacara adat, dan yang paling unik ialah atraksi karapan babi yang dilakukan oleh kaum perempuan.

"Kenapa kita juga ada kegiatan karapan babi yang akan kita laksanakan, karena itu identik dengan kehidupan masyarakat yang merupakan sejarah turun temurun," tutur Wempi.

Menurutnya, kegiatan ini sendiri dilakukan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang telah ada pada masyarakat setempat selama bertahun-tahun silam. Selain itu, wisatawan yang datang pada festival ini dapat pula ikut serta dalam setiap kegiatan yang ada.

Misalnya berpartisipasi menghias badan, memakai koteka maupun noken (tas tradisional masyarakat Papua), serta berbagai perlombaan seperti lomba memanah dan lomba lempar tombak.Acara ini akan dilaksanakan selama tiga hari.


Sumber:  KOMPAS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar