|
Marthen Goo |
Aktivis HAM pada 04/10/2012
mengatakan, berita tentang kontak senjata antara
warga Papua dan polisi di Nabire, Papua pada Senin (24/9) yang
menewaskan Kristian Belau, warga sipil berusia 21 tahun akibat luka
tembak di bagian paha merupakan sebuah pembohongan publik yang sengaja
disebarkan oleh polisi.
“Kejadian sebenarnya adalah polisi yang menembak, bukan karena kontak
senjata antara polisi dan kelompok sipil bersenjata”, kata Marthen Goo,
Koordinator
National Papuan Solidarity (NAPAS) kepada
ucanews.com.
Menurut Goo, polisi masih terus memelihara kebiasaan untuk mengkambinghitamkan warga sipil.
“Polisi terus-terusan saja bohong. Tidak benar, ada kontak senjata.
Korban tidak punya senjata kok dibilang ada kontak senjata”, kata Goo,
yang mengaku telah mendapat laporan dari anggota timnya yang menyelidiki
kasus ini.
Sebelumnya, polisi menyebutkan bahwa mereka tidak bisa menghindari
aksi saling tembak dengan kelompok sipil bersenjata, dan Kristian Belau
tewas tertembak, setelah sebelumnya ada anggota polisi yang terkena
tembakan.
“Karena anggota ditembaki, akhirnya saling tembak tidak bisa
dihindari, satu orang kelompok bersenjata….. berhasil ditembak di bagian
paha kiri. Sementara anggota kelompok bersenjata lainnya berhasil
melarikan diri masuk hutan sambil terus menembaki polisi dengan senjata
api jenis
Revolver dan SS1,” jelas AKBP I Gede Sumerta Jaya kepada media lokal pada Sabtu (24/9).
Goo mengatakan, penyataan ini tidak bertanggungjawab dan salah fatal.
Ia menjelaskan, tempat terjadinya kontak senjata yang diklaim polisi
terjadi di Urumusu, terletak 45 kilometer dari tempat kejadian
sebenarnya, yaitu di Kampung Gerbang Sadu, Nabire.
“Kami tidak tahu harus melapor kepada siapa lagi terhadap pembohongan
seperti ini. Kami sudah kehabisan kepercayaan kepada penegak hukum,
seperti polisi. Bagaimana mungkin kami melapor kepada mereka sementara
mereka adalah pelaku”, tegas Goo.
Goo menjelaskan, kasus ini menambah daftar makin banyak kasus
penembakan warga sipil yang dilakukan secara sengaja, namun diklaim
polisi sebagai akibat dari kontak senjata.
Sebelumnya, pada Juni terjadi kasus penembakan aktivis Papua, Mako
Tabuni yang dianggap sebagai anggota separatis dan melawan saat hendak
ditangkap, namun temuan sejumlah aktivis mengatakan, Tabuni sengaja
ditembak oleh oknum polisi dan ia bukan merupakan anggota separatis
seperti yang dituduhkan.
Sementara itu, hari ini,
The Asian Human Rights Commission
(AHRC) juga mengeluarkan sebuah “pesan penting” meminta partisipasi
publik untuk mendesak pemerintah menangani kasus ini dengan mengirim
surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kapolri Timur Pradopo,
Polda Papua Titio Karnavian, Kapolres Nabire Mohammad Rois, Direktur
Bidang HAM Kementarian Hukum dan HAM Harkristuti Harkrisnowo serta Ketua
Komnas HAM Ifdal Kashim
“Aparat yang menembak Kristian Belau harus diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku”, demikian pernyataan AHRC yang dirilis di
website resmi mereka.
Ryan Dagur, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar