Senin, 12 November 2012

KOMISARIS TINGGI PBB: Diminta Perhatikan Impunitas Dan Intolerasi Agama

JAKARTA - Human Rights Watch (HRW) meminta Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Navanethem Pillay memperhatikan masalah impunitas terhadap pasukan keamanan serta intoleransi agama dalam kunjungannya ke Indonesia pada 12-13 November 2012.
Organisasi pemantau HAM itu menilai kedua masalah tersebut terus berlangsung di Indonesia.
Brad Adams, Direktur Asia HRW, mengatakan pihaknya mengharapkan kunjungan resmi Pillay pada pekan depan akan menyoroti masalah HAM paling serius yang terjadi di Tanah Air.  Dua di antaranya adalah masalah minoritas agama dan pelanggaran HAM di Papua.
"Indonesia harus menyadari bahwa diskriminasi agama, impunitas, dan kemerosotan dalam penegakan hukum adalah resep untuk kekerasan, pelanggaran, dan pelanggaran hukum," kata Adams dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Sabtu (10/11).
HRW telah lama mendesak pemerintah Indonesia untuk melindungi kebebasan beragama, mengatasi pelanggaran HAM yang kian menyebar di Papua dan meminta untuk menghentikan impunitas terhadap pasukan keamanan.
Organisasi tersebut menilai kunjungan resmi Pillay dapat menantang sejumlah persoalan serius yang terjadi di Indonesia. 
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Papua akan dijadikan wilayah operasi Detasemen Khusus (Densus) 88,  sehingga kekerasan di provinsi tersebut akan terus  berlangsung. Kalangan masyarakat sipil mendesak untuk dilakukannya penarikan TNI dan Polri. 
Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan pihaknya menyesalkan hak  atas kemerdekaan, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di Papua tidak  sepenuhnya dijamin oleh negara.
Organisasi tersebut mencatat sejak  Januari hingga Oktober 2012 terdapat  81 tindakan kekerasan,  setidaknya 31 meninggal dan 107 orang mengalami luka-luka di Papua. 
"Demokrasi di tanah Papua telah dipancung dan menjadi tantangan berat  bagi warga sipil untuk menkritisi kebijakan Negara yakni TNI dan Polri  yang berlangsung hingga saat ini," ujar Haris dalam pernyataan bersama  dengan National Papua Solidarity, Bersatu untuk Kebenaran, beberapa waktu lalu. 


Sumber: hrw.org 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar