Jumat, 16 November 2012

Membangun Papua Sebagai Masa Depan Indonesia

Ilustrasi
Indra J Piliang (Dewan Penasehat The Indonesian Institute) pernah mengungkapkan bahwa dengan luas 3,5 kali Pulau Jawa dan penduduk (asli dan pendatang) yang hanya sekitar 2,5 Juta jiwa, Papua penuh dengan persoalan. Pembangunan infrastruktur berjalan perlahan mengingat biayanya besar. Selama otonomi khusus dijalankan, ada sekitar Rp 30 Trilyun dana yang dikerahkan, tetapi kurang mampu mengangkat harkat dan martabat warga Papua. Indeks Pembangunan Manusia Papua masih paling rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Padahal, kalau saja dana besar itu dibagi rata saja ke seluruh penduduk Papua, akan membawa kemakmuran dibandingkan dengan dana kecil di daerah-daerah lain.

Pemerintah Indonesia perlu diingatkan bahwa Papua adalah taruhan terakhir tentang bagaimana Indonesia membangun masa depan peradaban di bumi Nusantara. Tidak banyak lagi daerah eksotis di Indonesia yang merupakan bagian dari proses panjang perjalanan manusia. Ketika banyak daerah semakin pupus oleh berhala-berhala moderen, Papua menyediakan manusia-manusia yang telanjang dari sisi fisik, namun sekaligus alamiah dan manusiawi. Papua menyediakan ladang persemaian ilmu pengetahuan dalam jumlah banyak, dari pelbagai bidang ilmu. Ketika bumi Papua hancur, maka Indonesia akan kehilangan wilayah yang bisa jadi menyimpan jenis-jenis baru obat-obatan dari hutan-rimbanya ataupun temuan-temuan baru di bidang kehewanan.

Karena itu, Papua sedapat dan sebisa mungkin perlu dilihat sebagai masa depan Indonesia. Sebagai masa depan, seluruh upaya dan rencana menyangkut pembangunan Papua dilakukan secara hati-hati dan segaligus dengan visi yang jangka panjang. Jakarta tidak hanya perlu membentuk tim-tim khusus guna menyelesaikan masalah-masalah kontemporer, melainkan wajib mengembangkan organisasi ilmu pengetahuan yang bersifat multi-disipliner. Saya kira, dana-dana otonomi khusus bisa digunakan sebagian kecil untuk pengembangan organisasi seperti ini, selain juga bisa mendapatkan dari sumber-sumber lain.
Selain berpijak dari peroalan utama yang di identifikasi terdahulu, rumusan strategi percepatan pembangunan papua juga bertolak dari realitas kehidupan etnisitas yang ada dan hidup ditanah papua,terutama karakteristik kebudayaan penduduka asli papua,baik keanekaragaman ekosistem, bahasa, kebudayaan kebendaan, pola kepemimpinan, kontak dengan dunia luar, maupun kepercayaan.
 
Secara sederhana aspek penting perlu dicermati secara tepat sehingga dapat diterjamahkan kedalam pelbagai kebijakan pembangunan adalah sebaran pemukiman masyarakat papua yang terbagi ke dalam 3 (tiga) zona ekologis,yakni :
a. Masyarakat yang berdiam dizona ekologis pantai,pesisir ,pulau-pulau kecil;
b. Masyarakat yang berdiam di zona ekologis dataran rendah dan kaki-kaki gunung;
c. Zona ekologis masyarakat pegunungan dan pedalaman.
Masing-masing masyarakat yang mendiami zona ekologis ini memiliki karakteristik yang bervariasi, baik struktur sosial, sistem kepemimpinan, kepemilikan tanah,sistem nilai dan orientasi hidup, sistem ekonomi juga aksesibilitas dan respon terhadap pembangunan.

Bahwa Papua bukan hanya memberi sumbangan positif bagi Indonesia perlu diakui. Papua adalah wilayah yang sangat besar jasanya bagi dunia, terutama dari alamnya yang memberikan keseimbangan bagi iklim dan ekosistem. Bayangkan kalau hutan-hutan di Papua binasa, akibat-akibat negatifnya akan langsung terasa bagi kelangsungan planet bumi dan perubahan iklim. Selayaknyalah pemerintah dan rakyat Indonesia menyadari itu sedini mungkin, sebelum semuanya terlambat dan Indonesia menangis dalam waktu yang lama.

Sumber: sosbud.kompasiana.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar