Ilustrasi |
Indra J Piliang (Dewan Penasehat The Indonesian Institute) pernah mengungkapkan bahwa dengan
luas 3,5 kali Pulau Jawa dan penduduk (asli dan pendatang) yang hanya
sekitar 2,5 Juta jiwa, Papua penuh dengan persoalan. Pembangunan
infrastruktur berjalan perlahan mengingat biayanya besar. Selama otonomi
khusus dijalankan, ada sekitar Rp 30 Trilyun dana yang dikerahkan,
tetapi kurang mampu mengangkat harkat dan martabat warga Papua. Indeks
Pembangunan Manusia Papua masih paling rendah dibandingkan dengan
provinsi-provinsi lain. Padahal, kalau saja dana besar itu dibagi rata
saja ke seluruh penduduk Papua, akan membawa kemakmuran dibandingkan
dengan dana kecil di daerah-daerah lain.
Pemerintah
Indonesia perlu diingatkan bahwa Papua adalah taruhan terakhir tentang
bagaimana Indonesia membangun masa depan peradaban di bumi Nusantara.
Tidak banyak lagi daerah eksotis di Indonesia yang merupakan bagian dari
proses panjang perjalanan manusia. Ketika banyak daerah semakin pupus
oleh berhala-berhala moderen, Papua menyediakan manusia-manusia yang
telanjang dari sisi fisik, namun sekaligus alamiah dan manusiawi. Papua
menyediakan ladang persemaian ilmu pengetahuan dalam jumlah banyak, dari
pelbagai bidang ilmu. Ketika bumi Papua hancur, maka Indonesia akan
kehilangan wilayah yang bisa jadi menyimpan jenis-jenis baru obat-obatan
dari hutan-rimbanya ataupun temuan-temuan baru di bidang kehewanan.
Karena
itu, Papua sedapat dan sebisa mungkin perlu dilihat sebagai masa depan
Indonesia. Sebagai masa depan, seluruh upaya dan rencana menyangkut
pembangunan Papua dilakukan secara hati-hati dan segaligus dengan visi
yang jangka panjang. Jakarta tidak hanya perlu membentuk tim-tim khusus
guna menyelesaikan masalah-masalah kontemporer, melainkan wajib
mengembangkan organisasi ilmu pengetahuan yang bersifat
multi-disipliner. Saya kira, dana-dana otonomi khusus bisa digunakan
sebagian kecil untuk pengembangan organisasi seperti ini, selain juga
bisa mendapatkan dari sumber-sumber lain.
Selain
berpijak dari peroalan utama yang di identifikasi terdahulu, rumusan
strategi percepatan pembangunan papua juga bertolak dari realitas
kehidupan etnisitas yang ada dan hidup ditanah papua,terutama
karakteristik kebudayaan penduduka asli papua,baik keanekaragaman
ekosistem, bahasa, kebudayaan kebendaan, pola kepemimpinan, kontak
dengan dunia luar, maupun kepercayaan.
Secara sederhana aspek penting perlu dicermati secara tepat sehingga
dapat diterjamahkan kedalam pelbagai kebijakan pembangunan adalah
sebaran pemukiman masyarakat papua yang terbagi ke dalam 3 (tiga) zona
ekologis,yakni :
a. Masyarakat yang berdiam dizona ekologis pantai,pesisir ,pulau-pulau kecil;
b. Masyarakat yang berdiam di zona ekologis dataran rendah dan kaki-kaki gunung;
c. Zona ekologis masyarakat pegunungan dan pedalaman.
Masing-masing
masyarakat yang mendiami zona ekologis ini memiliki karakteristik yang
bervariasi, baik struktur sosial, sistem kepemimpinan, kepemilikan
tanah,sistem nilai dan orientasi hidup, sistem ekonomi juga
aksesibilitas dan respon terhadap pembangunan.
Bahwa
Papua bukan hanya memberi sumbangan positif bagi Indonesia perlu
diakui. Papua adalah wilayah yang sangat besar jasanya bagi dunia,
terutama dari alamnya yang memberikan keseimbangan bagi iklim dan
ekosistem. Bayangkan kalau hutan-hutan di Papua binasa, akibat-akibat
negatifnya akan langsung terasa bagi kelangsungan planet bumi dan
perubahan iklim. Selayaknyalah pemerintah dan rakyat Indonesia menyadari
itu sedini mungkin, sebelum semuanya terlambat dan Indonesia menangis
dalam waktu yang lama.
Sumber: sosbud.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar