Forum Kajian Indikator Papua Tanah Damai |
“Saya ingin mengajak kita melihat manusia secara universal, hemat saya, kita terbiasa melihat manusia dengan kotak suku dan wilayah,” kata Sirajuddin, pekan lalu.
Ia mengatakan, penindasan dan diskriminasi merupakan penyakit bangsa. “Dimana kita melihat manusia dengan kotak suku dan agama, saya pikir agama manapun menyerukan agar tidak melakukan cara seperti itu,” ujarnya.
Menurut dia, penindasan di Papua wajib ditentang. Kecemburuan tercipta akibat salahnya sistem yang tidak membuat rekognisi bagi orang Papua. “Permasalahan sekarang ini timbul dari kecemburuan antara pendatang dan pribumi,” paparnya.
Baginya, salah jika hanya melihat rakyat sebagai obyek. “Hari ini rakyat cukup menderita. Boro-boro biaya untuk masuk sekolah, untuk makan satu hari saja belum tentu.”
Kesenjangan bukan saja dialami orang Papua. Tapi semua, karena penindasan oleh sistem yang dibuat oleh negara. “Pemerintah tidak pernah berpihak pada rakyat,” ujarnya lagi.
Muridan Satrio Widjojo, koordinator Jaringan Damai Papua mengatakan, perjuangan untuk Papua, bukan karena orang Papua semata, tapi harus diletakkan sebagai perjuangan buat kaum minoritas yang diperlakukan tidak adil.
“Artinya, yang dilakukan bukan melihat ras, tapi melihat karena diperlakukan tidak adil. Oleh karena itu, kotak Papua dan pendatang bukan problem, bukan problem antara etnis tapi problem ketidakadilan,” jelasnya.
Ia berharap, setiap komunitas etnis, selain sibuk mengurus paguyuban, juga perlu melihat berbagai ketidakadilan.
Ketika Papua atau pendatang jadi korban kekerasan, maka itu akan menjadi bagian dari pelanggaran HAM. “Orang Papua juga merasa dibela. Pembelaan bukan saja dari segi politik tapi juga interaksi dan transformasi ketrampilan di bidang ekonomi,” pungkasnya. (Snrp/you).
Sumber: aldp-papua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar