Kamis, 29 November 2012

Presiden: Belum lulus ujian jika tidak bisa hidup dengan perbedaan agama

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan bahwa dalam demokrasi multibudaya semua pihak harus menerima segala perbedaan, belum lulus ujian jika kita tidak bisa hidup dengan masyarakat berbeda agama.

“Dalam demokrasi multibudaya semua pihak harus menerima segala perbedaan, termasuk perbedaan yang berasal dari identitas awal. Belum lulus ujian kita jika hidup dengan masyarakat yang berbeda agamanya,” kata Presiden SBY dalam pidatonya pada puncak acara The 4th World Peace Forum (WPF) di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (25/11).

WPF berlangsung dari 23-25 November, yang diadakan PP Muhammadiyah dihadiri 200 peserta dari dalam dan luar negeri termasuk 50 tokoh dunia dari Amerika Serikat, Australia, Maroko.
Kemajemukan budaya dicirikan oleh beragam identitas agama, suku, kedaerahan, etnis, dan lain-lain. “Di satu sisi, kemajemukan adalah rahmat dan kekayaan bagi suatu bangsa yang majemuk, namun jika tidak dikelola dengan baik dan tidak adanya kesadaran dari masyarakat, tentu bisa menjadi sumber konflik dan benturan,” kata Presiden SBY.

“Indonesia sebagai bangsa yang majemuk harus menjawab tantangan demokrasi itu sendiri. Indonesia bisa membicarakan prinsip-prinsip dasar yang boleh dianut agar kehidupan demokrasi semakin damai,” lanjutnya.
Tantangan khusus dalam demokrasi multikultural, lanjut presiden, adalah perbedaan yang timbul bukan karena ideologi, kepentingan, dan platform politik, tetapi juga benturan yang berangkat dari identitas. Indonesia menghadapi tiga tantangan untuk diselesaikan.

Pertama, demokrasi yang masih dalam tahap pematangan. Kedua, keberagaman identitas, sehingga demokrasi kita semakin kompleks. Ketiga, proses politik ini menjadi panjang dan kompleks.
“Tidak bisa kita mengimpor demokrasi dari negara manapun dan serta merta diterapkan dalam kehidupan negeri kita. Dalam demokrasi memang ada nilai-nilai universal, tetapi selalu ada nilai-nilai lokal, seperti nilai agama, budaya, dan kekhasan lainnya,” kata presiden.

Pandangan dan aspirasi dari suara terbanyak memang harus diterima, namun “kita tidak boleh mengabaikan suara dari kaum minoritas dari idenditas kaum yang berbeda. Setiap pihak harus membangun budaya untuk menyelesaikan segala pertentangan secara damai dan menghindari cara-cara yang uncivilized, seperti cara kekerasan,” tegasnya.

“Untuk kepentingan bangsa, marilah kita berpikir untuk kepentingan bersama di atas kepentingan identitas kelompok manapun,” tegasnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin kepada media massa sebelumnya mengatakan bahwa acara yang berlangsung 23-25 November itu bertujuan untuk mengembangkan dialog terbuka tentang masalah identitas multikulturalisme dan demokrasi yang melibatkan cendikiawan, media, politisi, dan sebagainya.

Din Syamsuddin juga mengatakan bahwa WPF bukan lembaga dialog agama karena acara WPF nantinya tidak hanya dihadiri oleh tokoh agama. WPF diselenggarakan oleh Muhammadiyah yang bekerja sama dengan Cheng Ho Multi Culture Trust and Centre For Dialog and Corporation among Civilitation (CDCC).


Sumber:  indonesia.ucanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar