Doa Bersama Dihelat untuk Mendukung Peninjauan Kembali Pepera
MERUKE – Sebagai bentuk syukur atas peringatan HUT Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang ke-4, jajaran KNPB Wilayah Merauke menggelar doa bersama di Sekretariat KNPB Merauke, Senin (19/11) kemarin. Doa bersama tersebut juga dihelat untuk mendukung peninjauan kembali Penentuan Penderitaan Rakyat (Pepera) pada tahun 1965 oleh Parliamentarians for West Papua di Inggris.Ketua PRD Wilayah Merauke Pangkrasia Yeem, mengatakan KNPB ditelurkan sebagai media nasional dan lembaga politik bangsa Papua Barat. Dan hingga diusianya yang ke empat ini, KNPB telah melakukan berbagai kegiatan politik berupa agenda-agenda rakyat bangsa Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri.
Aspirasi itu ditempuh secara diplomatis dan dilakukan secara damai, tidak brutal dan anarkis, dan bermartabat.
“Sebagai panitia persiapan kemerdekaan rakyat bangsa Papua Barat dan lembaga politik kami membawa aspirasi politik rakyat bangsa Papua menuju proses hukum, dari tingkat nasional sampai pada tingkat internasional. Kami meminta penentuan nasib sendiri dapat dijalankan melalui referendum, itu saja,” kata Mama Pangki usai menghadiri perayaan HUT ke 4 KNPB, kemarin.
Menurut Mama Pangki, status politik tanah Papua Barat perlu diselesaikan berdasarkan mekanisme hukum internasional sehingga menuju referendum yang jujur, adil dan bermartabat.
Lantas sebagai penyalur aspirasi, KNPB dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Merauke melalui IPWP dan PNWP meminta kepada Mahkamah Internasional agar melakukan penentuan nasib sendiri atas status politik tanah Papua yang mana dilakukan melalui referendum.
“Itu adalah aspirasi rakyat bangsa Papua Barat, yang kami kerjakan dalam berbagai kegiatan mendukung peninjauan kembali Pepera. Ini akan kami aspirasikan lewat jalur diplomatik sampai pada proses penentuan nasib sendiri. Kami juga bekerja untuk menindaklanjuti perjuangan yang ditempuh oleh IPWP dan PNWP di kencah internasional,” tegasnya.
Masih dikatakan dia, perjuangan status politik tanah Papua Barat tetap dilakukan secara diplomatik melalui proses demokrasi di Republik Indonesia yang dilindungi oleh UUD 1945. Sambungya lagi, proses diplomatik tersebut dimana IPWP dan Parlemen Nasional West Papua (PNWP) mendesak Mahkamah Internasional untuk melihat dan meninjau kembali perjanjian New York tanggal 6 Agustus 1962 tentang Pepera.
“Ada pelanggaran HAM dalam perjanjian itu, kami mendorong lewat doa, demo untuk mendukung pertemun-pertemuan di luar negeri untuk menyelesaikan kasus itu. Kami masih memiliki hak politik dalam menentukan nasib sendiri, hak berdemokrasi dan hak berpolitik yang dijamin oleh UUD 1945. KNPB dan parlemen tetap berjuang lewat jalur hukum internasional, kami orang Papua adalah suatu bangsa, maka kami punya hak untuk merdeka dan berdaulat,” tandasnya. (lea/achi/lo1)
Sumber: bintangpapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar