Minggu, 09 September 2012

Pakar Ekonomi Syariah: Freeport Perampok yang ‘Sah’

Ilustrasi
Yogyakarta; Sinar Papua,- “Atas dasar apa kita ingin mengusir Freeport yang telah mengeruk dua gunung emas di Irian Jaya?” tanya pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono saat membedah Tabloid Media Umat Edisi 88 Freeport Perampok!, Jum’at (7/9) di Masjid Jami’ Karangkajen, Yogyakarta.
Belum sempat para peserta menjawab, peraih gelar doktor (PhD) di bidang ekonomi di salah satu universitas negeri di Malaysia tersebut kembali melontarkan pertanyaan. “Menggunakan pasal hukum yang mana kita menuntut pemerintah membatalkan perpanjangan kontrak yang memungkinkan Freeport dengan leluasa mengeksploitasi gunung yang ketiga?” tanyanya yang kembali membuat peserta mengernyitkan dahi.
Lagi-lagi Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia ini memberikan pertanyaan, padahal pertanyaan sebelumnya belum dijawab peserta: “Pernahkah Anda melihat kendaraan truk pengangkut yang satu rodanya saja sebesar rumah?”
Menurutnya, kendaraan itulah yang lalu lalang naik turun gunung di tambang emas Papua yang dikuasai Freeport. Hal itu ia ungkapkan sekedar gambaran supaya rakyat bisa membayangkan betapa besarnya jumlah kekayaan logam berharga yang telah, sedang, dan akan terus dikeruk Freeport hingga 2041 nanti.
Dan semuanya itu dilakukan secara legal dan dilindungi oleh Undang-Undang. “Boleh saja rakyat memaki Freeport sebagai perampok, tapi dia adalah perampok yang ‘sah’. Sebabnya adalah, Indonesia menganut sistem ekonomi Kapitalisme yang memang memungkinkan hal itu terjadi. Tidak ada satupun ‘dalil’ dalam kapitalisme yang melarang individu atau swasta –baik dalam negeri maupun asing sekalipun, untuk menguasai tambang, sebesar apapun itu,” ungkapnya serius.
Oleh karena itu, Dwi Condro menyampaikan kepada peserta yang memenuhi ruangan diskusi bahwa satu-satunya jalan untuk merebut gunung-gunung emas di Papua dari tangan Freeport adalah dengan mengganti sistem.
Membuang kapitalisme dan beralih ke Islam. Rezim yang berganti dalam sistem yang sama, akan mewarisi semua perjanjian-perjanjian, kontrak-kontrak, bahkan utang-utang yang dibuat rezim lama. Sedangkan dalam sistem Islam, individu atau pun swasta apalagi asing haram hukumnya menguasai tambang emas terbesar di dunia tersebut. Negara yakni khilafah wajib mengelolanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Hal itulah yang mendasari Hizbut Tahrir berjuang di luar sistem, dikarenakan Hizbut Tahrir ingin merubah sistem secara revolutif,” ungkapnya.
Dengan sistem Islam, pemerintah akan mempunyai pijakan yang kuat dari Kitabullah dan Sunnah Rasul untuk membatalkan semua kontrak dengan Freeport yang sangat merugikan Indonesia selama ini.[SNRP]


Sumber: hizbut-tahrir.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar