Thimotius Idie en Pelimun Bukeba |
JAYAPURA -
Ev. Pdt. Thimotius Idie, mengatakan, pada saat kemerdekaan NKRI
Tahun 1945, Papua belum masuk (bergabung, red) dengan NKRI.
Dikatakan, masuknya Papua ke NKRI merupakan permainan dan
kepentingan dari negara Amerika Serikat dengan negara Republik Indonesia (RI)
pada Tahun 1967, yakni pada saat penandatanganan kontrak karya (PT.
Freeport Indonesia).
“Sehingga
Papua pada Tahun 1969 masuk atau ikut bergabung ke dalam Indonesia, yang mana
kita kenal dengan istilah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera, red). Maka saat
itu Indonesia langsung melakukan Pepera terhadap rakyat Papua yang saya anggap
itu merupakan suatu manipulasi, dimana rakyat Papua hanya berjumlah 800 Kepala
Keluarga (KK) saja, atau berkisar 100.000-an orang, namun Indonesia manipulasi
data penduduk Papua yang hanya berjumlah 1.025 orang saja,” ungkapnya.
Lanjutnya,
dalam Pepera ini juga Amerika Serikat ikut bermain karena mempunyai
kepentingan, sehingga Amerika mempengaruhi rakyat Papua dalam proses Pepera
untuk ikut bergabung ke RI hanya 1.025 orang. “Jadi, rakyat Papua saat itu yang
diikutkan dalam Pepera itu semuanya adalah orang – orang yang tuna aksara (buta
huruf, red), sedangkan rakyat Papua yang sudah tahu baca tulis dipisahkan
dengan cara ditodong oleh aparat keamanan RI,” jelasnya.
Selain itu, Thimotius
Idie juga menyampaikan, bahwa negara Belanda yang menjajah Papua sudah
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua pada Tahun 1961, tapi dikarenakan
adanya kepentingan yang bermain saat itu. “Jadi, bangsa Papua itu sebenarnya
tidak masuk dalam NKRI, namun adanya kepentingan antara Amerika Serikat dan
NKRI yang ikut bermain saat itu, dikarenakan saat NKRI merdeka tidak ada
kekayaan alam, dan disisi lain Papua ini kaya akan sumber daya alam (SDA),
sehingga rakyat Papua yang dikorbankan,” ujarnya didampingi Ketua BEM
STIH Umel Mandiri, Pelimun Bukeba ketika bertandang ke redaksi Harian
Bintang Papua, kemarin malam Jumat (30/11).Thimotius
yang juga mengaku tokoh gereja yang mewakili 32 Sinode dan enam Uskup di Tanah
Papua mengatakan, mengikuti perjuangan pergerakan Papua Merdeka ini bukan
hal yang baru, tapi ini merupakan idiologi sejak Tahun 1965 hingga Tahun 2012
sekarang ini.
“Perjuangan
untuk Papua Merdeka ini merupakan idiologi dari rakyat Bangsa Papua Barat, dan
tidak akan bisa dihapus sampai kapanpun, sehingga terus terjadi penindasan
terhadap rakyat Bangsa Papua Barat dan bahkan kami anggap Papua Barat ini hanya
titipan dari Belanda kepada Indonesia dari Tahun 1961 hingga Tahun 1988 (selama
25 Tahun, red), maka itu DR. Thomas Wanggai, MPH. pergi ke Belanda untuk
sekolah dan menyelidiki sejarah Bangsa Papau Barat yang sebenarnya, dan saat
itu juga beliau membuat pergerakan pada tanggal 14 Desember yakni upacara
kenegaraan bagi Bangsa Papua Barat di Lapangan Mandala, sedangkan kalau untuk
perayaan 1 Desember adalah sejarah Tahun 1961 saat Belanda menitipkan Papua ke
NKRI,” imbuh Thimotius Idie yang juga mengaku sebagai saksi mata dari
Pepera. Dirinya juga
menyampaikan, bahwa Otsus itu seharusnya sudah satu paket yakni baik bendera,
lambang negara, bahasa dan mata uang. Sejak Otsus yang sudah tidak ada
kejelasannya baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sehingga
Pusat memberikan solusi yakni Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
(UP4B), yang mana dinilai juga sama dengan Otsus yang tidak mempunyai
kejelasan.Maka itu,
Thimotius Idie menegaskan, bahwa pada tanggal 1 Desember besok (hari ini, red)
akan melakukan upacara ibadah syukur, untuk memperingati momen 1 Desember Tahun
1961 sebagai hari kemerdekaan Bangsa Papua Barat.
“Dimana pada bulan Oktober
Tahun 2011 lalu kami juga sudah mengadakan Kongres Rakyat Papua (KRP) III di
Lapangan Zakheus – Padang Bulan, yang melahirkan tujuh negara bagian dan
dokumen dari Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) sudah dimasukkan ke
PBB serta dokumen NFRPB ini sedang dalam pembahasan, sehingga pada Tahun 2013
mendatang sudah didaftar, yang mana jaringan – jaringan yang ada di Australia
sebanyak 111 negara mendukung Papua sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Maka
itu Paus telah menekankan kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono untuk
menyelesaikan permasalahan Papua dengan cara damai,” tegasnya.
Dikatakannya,
senjata baik dari TNI/Polri tidak bisa menyelesaikan persoalan Papua. “Jadi,
pembunuhan, kekerasan, tetesan air mata dan tetesan darah jangan lagi ada
diatas Tanah Papua ini, dan sudah cukup lama kami merasakan penderitaan seperti
ini.Ketika
wartawan Koran ini menanyakan terkait banyaknya aparat baik polisi maupun
TNI yang dibunuh, Thimotius Idie langsung mengatakan dan membantahnya bahwa
soal banyaknya aparat keamanan yang dibunuh itu dirinya tidak mengetahuinya.
“Maka itu,
kami meminta kepada aparat keamanan baik itu Polri maupun TNI agar mengijinkan
kami untuk melakukan upacara ibadah syukur untuk memperingati 1 Desember besok
(hari ini, red) di Lapangan Alm. Theys H. Eluay, dan dirinya menjamin dalam
perayaan tersebut tidak akan melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora (BK),
kalau ada pengibaran bendera BK di tempat lain itu kami tidak mengetahuinya
karena kami besok (hari ini, red) hanya fokus pada upacara ibadah syukur saja,”
pintanya.
Jika ada
yang melakukan pengibaran bendera BK, kami meminta kepada aparat kepolisian
untuk mengambil tindakan persuasif, jangan sampai melakukan tindakan – tindakan
arogan bahkan sampai mengeluarkan tembakan. Kalau ada yang kibarkan BK kepada
aparat kepolisian agar langsung menangkap dan memprosesnya secara hukum.
Sehingga tidak mengganggu kami saat merayakan 1 Desember, maka itu kami meminta
kepada polisi untuk memberikan kami melaksanakan upacara ibadah syukur.(Snrp/you).
Sumber: tanahku.west-papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar