Jumat, 07 Desember 2012

“Pepera, Amerika Ikut Bermain”


Thimotius Idie en Pelimun Bukeba
JAYAPURA - Ev. Pdt. Thimotius Idie, mengatakan,  pada saat kemerdekaan NKRI  Tahun 1945,  Papua belum masuk (bergabung, red) dengan NKRI.   Dikatakan,  masuknya Papua ke NKRI  merupakan permainan dan kepentingan dari negara Amerika Serikat dengan negara Republik Indonesia (RI) pada Tahun 1967,  yakni pada saat penandatanganan kontrak karya (PT. Freeport Indonesia). 

“Sehingga Papua pada Tahun 1969 masuk atau ikut bergabung ke dalam Indonesia, yang mana kita kenal dengan istilah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera, red). Maka saat itu Indonesia langsung melakukan Pepera terhadap rakyat Papua yang saya anggap itu merupakan suatu manipulasi, dimana rakyat Papua hanya berjumlah 800 Kepala Keluarga (KK) saja, atau berkisar 100.000-an orang, namun Indonesia manipulasi data penduduk Papua yang hanya berjumlah 1.025 orang saja,” ungkapnya.

Lanjutnya, dalam Pepera ini juga Amerika Serikat ikut bermain karena mempunyai kepentingan, sehingga Amerika mempengaruhi rakyat Papua dalam proses Pepera untuk ikut bergabung ke RI hanya 1.025 orang. “Jadi, rakyat Papua saat itu yang diikutkan dalam Pepera itu semuanya adalah orang – orang yang tuna aksara (buta huruf, red), sedangkan rakyat Papua yang sudah tahu baca tulis dipisahkan dengan cara ditodong oleh aparat keamanan RI,” jelasnya. 

Selain itu, Thimotius Idie juga menyampaikan, bahwa negara Belanda yang menjajah Papua sudah memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua pada Tahun 1961, tapi dikarenakan adanya kepentingan yang bermain saat itu. “Jadi, bangsa Papua itu sebenarnya tidak masuk dalam NKRI, namun adanya kepentingan antara Amerika Serikat dan NKRI yang ikut bermain saat itu, dikarenakan saat NKRI merdeka tidak ada kekayaan alam, dan disisi lain Papua ini kaya akan sumber daya alam (SDA), sehingga rakyat Papua yang dikorbankan,” ujarnya  didampingi Ketua BEM STIH Umel Mandiri, Pelimun Bukeba ketika bertandang  ke redaksi Harian Bintang Papua, kemarin malam Jumat (30/11).Thimotius yang juga mengaku tokoh gereja yang mewakili 32 Sinode dan enam Uskup di Tanah Papua mengatakan,  mengikuti perjuangan pergerakan Papua Merdeka ini bukan hal yang baru, tapi ini merupakan idiologi sejak Tahun 1965 hingga Tahun 2012 sekarang ini.

“Perjuangan untuk Papua Merdeka ini merupakan idiologi dari rakyat Bangsa Papua Barat, dan tidak akan bisa dihapus sampai kapanpun, sehingga terus terjadi penindasan terhadap rakyat Bangsa Papua Barat dan bahkan kami anggap Papua Barat ini hanya titipan dari Belanda kepada Indonesia dari Tahun 1961 hingga Tahun 1988 (selama 25 Tahun, red), maka itu DR. Thomas Wanggai, MPH. pergi ke Belanda untuk sekolah dan menyelidiki sejarah Bangsa Papau Barat yang sebenarnya, dan saat itu juga beliau membuat pergerakan pada tanggal 14 Desember yakni upacara kenegaraan bagi Bangsa Papua Barat di Lapangan Mandala, sedangkan kalau untuk perayaan 1 Desember adalah sejarah Tahun 1961 saat Belanda menitipkan Papua ke NKRI,” imbuh Thimotius Idie yang juga mengaku sebagai saksi mata dari Pepera. Dirinya juga menyampaikan, bahwa Otsus itu seharusnya sudah satu paket yakni baik bendera, lambang negara, bahasa dan mata uang. Sejak Otsus yang sudah tidak ada kejelasannya baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sehingga Pusat memberikan solusi yakni Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), yang mana dinilai juga sama dengan Otsus yang tidak mempunyai kejelasan.Maka itu, Thimotius Idie menegaskan, bahwa pada tanggal 1 Desember besok (hari ini, red) akan melakukan upacara ibadah syukur, untuk memperingati momen 1 Desember Tahun 1961 sebagai hari kemerdekaan Bangsa Papua Barat.

“Dimana pada bulan Oktober Tahun 2011 lalu kami juga sudah mengadakan Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Lapangan Zakheus – Padang Bulan, yang melahirkan tujuh negara bagian dan dokumen dari Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) sudah dimasukkan ke PBB serta dokumen NFRPB ini sedang dalam pembahasan, sehingga pada Tahun 2013 mendatang sudah didaftar, yang mana jaringan – jaringan yang ada di Australia sebanyak 111 negara mendukung Papua sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Maka itu Paus telah menekankan kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan permasalahan Papua dengan cara damai,” tegasnya.

Dikatakannya, senjata baik dari TNI/Polri tidak bisa menyelesaikan persoalan Papua. “Jadi, pembunuhan, kekerasan, tetesan air mata dan tetesan darah jangan lagi ada diatas Tanah Papua ini, dan sudah cukup lama kami merasakan penderitaan seperti ini.Ketika wartawan Koran ini menanyakan terkait banyaknya  aparat baik polisi maupun TNI yang dibunuh, Thimotius Idie langsung mengatakan dan membantahnya bahwa soal banyaknya aparat keamanan yang dibunuh itu dirinya tidak mengetahuinya.

“Maka itu, kami meminta kepada aparat keamanan baik itu Polri maupun TNI agar mengijinkan kami untuk melakukan upacara ibadah syukur untuk memperingati 1 Desember besok (hari ini, red) di Lapangan Alm. Theys H. Eluay, dan dirinya menjamin dalam perayaan tersebut tidak akan melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora (BK), kalau ada pengibaran bendera BK di tempat lain itu kami tidak mengetahuinya karena kami besok (hari ini, red) hanya fokus pada upacara ibadah syukur saja,” pintanya.

Jika ada yang melakukan pengibaran bendera BK, kami meminta kepada aparat kepolisian untuk mengambil tindakan persuasif, jangan sampai melakukan tindakan – tindakan arogan bahkan sampai mengeluarkan tembakan. Kalau ada yang kibarkan BK kepada aparat kepolisian agar langsung menangkap dan memprosesnya secara hukum. Sehingga tidak mengganggu kami saat merayakan 1 Desember, maka itu kami meminta kepada polisi untuk memberikan kami melaksanakan upacara ibadah syukur.(Snrp/you).


Sumber:  tanahku.west-papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar